Puan Dinobat sebagai Warga Kehormatan Korps Marinir, Lalu Apa?


Opini, Copa Media-Ramai pemberitaan tentang dua orang yang merupakan dua pemimpin dari dua instansi diboyong untuk untuk menjadi warga kehormatan korps Marinir. Dialah Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang mewakili polisi dan Ketua DPR RI Puan Maharani yang katanya mewakili rakyat.


Saya melihat pembaretan kedua sosok ini memiliki maksud dan tujuan yang berbeda. Untuk Pak Jenderal Sigit, saya bisa memahami pemberian baret dan pemasangan brevet di seragam yang dipakainya. Yang untuk Bu Puan ini, jujur saya masih belum paham. Makanya saya paksa otak saya untuk sekadar mencoba menelisiknya.


Pak Jenderal Sigit adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Kiprahnya di bidang stabilitas keamanan dalam negeri tidak diragukan lagi. Sebab, itulah yang menjadi portofolionya di instansi baju abu-abu ini hingga mendapat pangkat dan jabatan paling tinggi. Pemasangan baret dan brevet adalah langkah tepat yang dilakukan korps Marinir karena menjadi bukti sinergitas TNI dan Polri.


Sedangkan Bu Puan, kiprahnya di bidang keamanan tidak bisa dibilang ada. Jabatannya sekarang adalah ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Tugas dari jabatannya adalah membawahi orang-orang yang mewakili rakyat untuk membuat peraturan yang akan diterapkan oleh eksekutif. Bukanya saya iri, tapi ketidaknyambungan ini membuat saya berpikir, apakah tidak ada kandidat lain yang bisa dipikirkan ulang untuk dilakukan pembaretan?


Tujuan dari DPR adalah mewakili aspirasi rakyat untuk membuat aturan-aturan baru maupun merevisi aturan-aturan lama yang dirasa perlu pembaharuan. Kalau Bu Puan mewakili kita sebagai rakyat biasa, apa urgensi dari pembaretan seorang sipil itu? Daripada sipil yang benar-benar sipil, saya lebih setuju kalau hansip yang kiprahnya di keamanan lebih terlihat saja yang dijadikan warga kehormatan korps Marinir.


Sebenarnya di DPR RI ada komisi-komisi yang menaungi masalah keamanan. Kepolisian diatur dan diawasi oleh Komisi III sedangkan Ketentaraan diawasi oleh Komisi I. Menurut saya pribadi, kalau tujuannya adalah memantik semangat  peningkatan stabilitas keamanan, ketua dari dua komisi ini lah yang seharusnya dibaret.


Kiprah mereka lebih bisa dilihat di televisi, Komisi III terlihat perannya saat mengurusi urusan Sambo, menyidang Kapolri dan Menkopolhukam karena kasus yang meresahkan publik saat itu. Komisi I juga kerjanya terlihat di TV saat rapat dengan Panglima TNI. Meskipun saat itu timbul sedikit masalah dengan salah satu petinggi TNI karena keluar dari esensi rapat. Sedangkan Bu Puan, saya lebih sering melihatnya di video meme. Mulai dari membagikan kaos dengan muka cemberut, hingga mematikan mic saat rapat berlangsung. Kenapa tidak ketua dua komisi ini saja?


Saya punya dugaan nyeleneh yang tidak bisa saya pertanggungjawabkan, kayaknya Bu Puan diajak untuk mengikuti acara pengangkatan warga kehormatan ini tidak lain untuk menaikkan pamor politik. Meskipun anggapan saya ini kemungkinan besar salah. Nggak mungkin kan korps Marinir bisa semudah itu dimanfaatkan untuk ajang numpang tenar? Apalagi kalau urusannya sama politik. TNI yang diharuskan netral terhadap dinamika politik kayaknya nggak mungkin seteledor itu.


Menurut saya, pembaretan ini akan berdampak pada peningkatan elektabilitas Bu Puan sebagai yang digadang menjadi usungan. Dengan menjadi warga kehormatan TNI, mungkin menambah jumlah orang yang akan memilihnya. Mungkin orang-orang akan berpikir, "Daripada memilih orang yang biasa-biasa saja, mending saya milih warga kehormatan." Kayaknya.


Kalau melihat gejolak politik akhir-akhir ini, kayaknya sosok yang menjadi usungan partai yang diketuai oleh anak presiden pertama ini, ya Bu Puan. Jargon "Puan, Presiden!" dan beberapa pampangan foto di berbagai baliho di penjuru nusantara seolah menjadi sinyal kuat calon presiden yang diusung oleh PDIP.


Padahal ada sosok lain yang lebih punya jasa kepada negeri dan elektabilitasnya termasuk tinggi dalam partai banteng itu. Seolah Bu Ketum ingin ego terciptanya nasab presiden turun-temurun terealisasi tanpa mempertimbangkan keberadaan gubernur rambut putih itu. Tapi, ya, belum ada pernyataan resmi terkait siapa yang menjadi usungan. 


Mungkin selama ini digemborkan jargon "Puan Presiden!" hanya untuk mengecek respon masyarakat kalau manuver berdasar ego ini diterapkan. Ternyata tidak mempan untuk menaikkan elektabilitas, mungkin nggak jadi diusung. Kita lihat saja nanti siapa yang bakal diusung akhirnya. Semua tergantung Bu Ketum. Mau menang lagi, atau mau menuruti ego sampai jadi.


Lalu, setelah gelar kehormatan didapatkan Bu Puan, apa pengaruhnya terhadap stabilitas keamanan di Indonesia? Kayaknya sih nggak akan terlalu kentara. Kalau Kapolri dalam pidatonya selepas dibaret korps Marinir, beliau mengatakan bahwa pembaretan dan pemasangan brevet ini sebagai bukti sinergitas TNI Polri yang sudah berlangsung sejak lama. Saya setuju dengan hal ini. Tetapi, saya nggak tahu apakah Bu Puan juga akan mengatakan sinergitas TNI DPR juga. Kayak aneh sih di telinga saya kalau didengar.


Entahlah, maksud apa yang sebenarnya menjadi urgensi dalam pembaretan ini. Siapa tahu, Bu Puan juga punya prestasi-prestasi lain yang kurang terekspos dengan baik oleh pemberitaan media. Apapun tujuannya, nasi sudah menjadi bubur, baret warna ungu sudah dipakaikan, brevet Marinir juga sudah disematkan di seragam tak berpangkat yang dipakai Bu Puan. Selamat menjadi warga kehormatan korps Marinir Bu. Semoga harimu menyenangkan.

Gambar: Pawel Czerwinski / Unspash

Penulis : Muhammad Arif Prayoga

Tags: Marinir, Puan Maharani, Pembaretan, Warga kehormatan, Politik, Ketua DPR RI, TNI,


Posting Komentar

0 Komentar