Kalau mau mengiyup atau meneduh saat hujan deras, ya, silakan. Tapi, mbok ya adabnya dijaga. Apalagi, ada saya sebagai penghuni. Kalau kosong, mah, bebas sak karepmu lur!
Keluhan, Copa Media—Sebagai bangunan berpenghuni yang letaknya ada di kiri jalan pertama setelah turunan, tanjakan, serta area persawahan, rumah yang menyambi lapak bensin yang saya huni sering kedatangan tamu nggak diundang saat hujan deras tiba.
Ada yang punya rasa perkewuh sehingga membiarkan motornya kehujanan sedangkan dirinya meneduh, ada yang turut memasukkan motornya ke teras saya sehingga penuh dibuatnya, ada juga yang memarkirkan motornya di depan pompa bensin di lapak saya.
Sebenarnya di samping kanan rumah saya ada bengkel yang punya teras lebih luas dibandingkan dengan tempat tinggal saya. Menggapainya bahkan lebih dekat dibandingkan kerumah saya, karena harus menanjak terlebih dahulu. Namun di sana minim penerangan dan sepi karena ditinggal pemiliknya saat malam tiba. Sepertinya, dua alasan itulah yang membuat para peneduh pun akhirnya memilih untek-untek-an bersama saya di lapak yang kecil ini.
Suasana perkewuh, ingin memberi bantuan, dan rasa was-was kalau salah satu dari mereka adalah orang jahat, bercampur aduk menjadi satu. Di satu sisi saya nggak nyaman, namun di sisi lain saya merasa kasihan kepada mereka di karena tidak membawa jas hujan atau bawa tidak berani menerjang kalau hujannya deras dan disertai badai.
Beberapa di antara mereka rasanya ingin saya usir karena tidak tahu diuntung setelah dibolehkan meneduh. Bukanya ungkapan rasa terima kasih yang dihaturkan kepada saya, malah tingkah laku berdosa yang membuat saya jengkel. Namun, rasa ingin misuh atas dosa-dosa ini hanya bisa mengendap di benak saya, nggak berani saya sampaikan kepada mereka secara langsung. Apa saja itu?
#1 Nyelonong meneduh sembarangan
Begini ya, menggunakan fasilitas yang ada di bangunan berpenghuni itu harus ada permintaan izin dan pemberian izin. Termasuk fasilitas iyup-iyup yang ada di bangunan yang saat ini saya huni. Apalagi dengan status sebagai tamu nggak diundang, meminta izin hukumnya fardlu 'ain, Bos.
Meskipun hanya ingin meneduh sementara, ada baiknya untuk membuang rasa ego untuk sekadar berkata, "Mas, numpang meneduh ya?" Kan lebih enak daripada nyelonong tanpa izin, ya nggak sih, Gaes?
Iya, saya tahu nggak semua orang cakap berbicara, saya sendiri adalah seseorang yang bisa dikategorikan sebagai seorang introvert yang nggak banyak omong. Tapi, kalau urusan meminta izin kepada orang yang nggak dikenal, bukankah terlalu lebay kalau berdalih introvert untuk menutupi ego tinggi?
#2 Memilih tempat duduk sesuka hati
Selain meminta izin, mbok ya agak sedikit berpikir saat menggunakan beberapa fasilitas yang saya berikan di tempat penampungan peneduh tanpa pungutan biaya ini. Iya tahu, di tempat saya yang kecil ini serba kekurangan. Beberapa atapnya bocor, minim tempat duduk, kerataan tanah yang kurang maksimal sehingga ada genangan banjir. Tapi, ya, bukan berarti tamu nggak diundang harus bar-bar juga, ya, kan?
Masak tempat duduk yang saya gunakan untuk menunggu pelanggan bensin diserobot saat saya melayani penjualan bensin. Dasar tamu nggak tahu adab. Terus saya harus duduk dimana dong, kakak? Selonjoran di genangan banjir? Perasaan, saya di sini berperan sebagai empu dari bangunan yang kalian pakai untuk meneduh, kok malah kesannya kayak saya yang menumpang teduh ya?
#3 Melakukan hal terlarang
Kalau mau menumpang fasilitas itu, tolong menaati peraturan-peraturan yang berlaku di tempat tersebut. Iya, benar, cuacanya memang dingin akibat hujan deras yang disertai dengan embusan angin kencang, hawa yang sangat cocok untuk menghisap asap rokok sambil menunggu hujan reda. Tapi, mbok ya mikir kalau bangunan tempat meneduh kalian adalah lapak bensin.
Sudah terpampang dengan ukuran sangat besar loh, kalau di sini dilarang merokok. Kok masih saja nekat? Okey, beberapa video di YouTube ada yang bereksperimen bensin dicelupkan rokok membara tidak menimbulkan apa-apa. Tapi kan, korekmu yang digunakan buat menghidupkan rokok itu lho yang bahaya. Apa rokokmu itu lebih penting daripada bisnis bensin yang saya jaga? Mikir, Bos!
#4 Basa-basi menjurus ke privasi
Ini nih, yang paling membuat saya kesal sebagai tuan rumah yang menaungi para tamu peneduh dadakan. Basa-basi yang biasa-biasa saja sudah membuat saya kesal, apalagi kalau dengan bumbu pertanyaan yang lagaknya menjurus ke hal-hal yang perlu saya rahasiakan dari orang yang nggak saya kenal.
Beberapa pertanyaan itu antara lain, "Tidur di sini, Mas?", "Tinggal di mana aslinya?", "Di sini digaji berapa mas?", dan lain sebagainya. Mungkin bagi sebagian pembaca itu adalah pertanyaan yang wajar untuk ditanyakan, namun, bagi kaum introvert seperti saya, itu sangat mengganggu ketenangan karena sudah masuk ke ranah privasi. Daripada bertanya macam-macam, lebih baik ambil gawaimu atau ngapain kek.
#5 Maksa saya jadi montir
Beberapa orang terpaksa meneduh karena motor yang dikendarainya mogok akibat tergenang air hujan. Saya yang nggak punya basik ilmu otomotif sama sekali turut dibuat panik karena dia memaksa saya untuk mencarikan solusi. Bagaimana bisa saya tahu solusinya? Wong saya nggak pernah mempelajari ilmu perbaikan sepeda motor sama sekali?
Beberapa peneduh yang sepeda motornya mogok ada yang tahu solusinya tapi meminta saya untuk mencari obeng atau tang. Lah, ini kan lapak bensin, bukan bengkel, ya nggak ada lah perkakas khas bengkel motor seperti itu. Sudah numpang meneduh, nyuruh-nyuruh, sungguh tamu nggak diundang yang nggak tahu diri.
Gambar: Sasin Tipchai / Pixabay
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
Tags: Peneduh, Hujan lebat, Badai, Jualan, Dosa, Lapak, Orang yang meneduh,
0 Komentar