Opini, Copa Media–Baru-baru ini saya baca artikel di Pikiran-Rakyat yang intinya Korlantas Polri sedang mengembangkan teknologi untuk scan wajah untuk menyudahi kasus percaloan yang sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Tunggu dulu, jangan buru-buru men-cap saya sebagai pro terhadap calo dulu, maksud saya, kayaknya metode ini nggak cukup efektif untuk memberantas calo.
Kata teman saya, dulu dia menggunakan jasa joki untuk membuat SIM di Karanganyar. Katanya, selain dia, banyak juga orang-orang lain yang menggunakan jasa joki tersebut. Katanya sih, jangan dikasih tahu ke siapa-siapa, tapi demi kebaikan negara dan untuk memperkuat opini saya, saya perlu membukanya.
Joki itu bukan seorang anggota Polri, melainkan hanya berprofesi sebagai tukang fotokopi yang ada tepat di seberang kantor pengurusan SIM di Karanganyar itu. Teman saya itu mengurus SIM beberapa tahun lalu, kalau sekarang dia nggak tahu apakah fotokopian itu masih membuka jasa calo pembuatan SIM atau nggak.
Dia bercerita, awalnya dia hendak melakukan fotokopi berkas-berkas yang menjadi persyaratan administrasi untuk pendaftaran SIM. Setelah difotokopi sama masnya, eh, dia ditanya, "Mau perpanjang atau buat baru mas?" Karena teman saya menjawab ingin membuat SIM baru, dia diajak untuk masuk ke ruang rahasia di belakang tempat fotokopian.
Setelah masuk, ternyata di dalam ruangan kecil itu sudah ada sekitar 8 orang, dia lupa. Beberapa orang itu ternyata menunggu kuota terpenuhi, nggak tahu kuotanya berapa. Setelah teman saya masuk dan membayar sejumlah uang, dirinya dan beberapa orang ini di-briefing mengenai metode pencaloan yang akan dilakukan. Kata teman saya, mas fotokopian ini bilang, "Jalankan perjokian ini dengan senatural mungkin. Nanti kalau sudah dikumpulkan berkasnya ke sini lagi, nanti saya kasih tahu langkah selanjutnya"
Semua berjalan normal dan natural, sampai berkas pendaftaran telah dikumpulkan. Rombongan teman saya keluar dari kantor pengurusan SIM dan kembali ke tempat rahasia di fotokopian itu. Setelah menunggu mas fotokopian itu mengambil berkas pendaftaran, dia kembali ke ruang rahasia dan membagikan berkas rahasia itu kepada masing-masing pengguna jasa calo.
Di sana, rombongan itu kembali di-briefing untuk proses tes kelayakan mengemudi. Kata mas calo, "Nanti kalian langsung ke lantai dua, di sana nanti ada tes pilihan ganda di komputer, ngasal aja nggak papa, tapi jangan cepet-cepet, biar kayak mikir mengerjakannya. Habis itu nanti ke sini lagi"
Mendengar perintah itu, delapan orang ini dengan sigap dan langkah yang biasa saja, nggak buru-buru, menuju lantai dua untuk melakukan tes kelayakan yang pertanyaannya sangat mudah. Kata teman saya, pertanyaannya hanya berisi ilmu-ilmu dasar mengemudi di jalan raya yang kayaknya anak SMP pun bisa. Setelah tes selesai, rombongan teman saya itu kembali ke ruang rahasia, menanti langkah selanjutnya.
Di ruang rahasia, mas-mas fotokopian tadi kembali pergi ke kantor pengurusan SIM untuk mengambil berkas-berkas rombongan yang menggunakan jasanya. Setelah sekian lama menunggu, berkas itu kembali dibagikan dan para rombongan disuruh menunggu di ruang tunggu sampai nama mereka dipanggil untuk proses rekam data seperti sidik jari, foto, dan lain-lain.
Setelah data-data diri itu terekam, rombongan itu disuruh untuk menunggu nama mereka dipanggil untuk menerima sim baru mereka. Namun, karena blangko di kantor itu habis, mereka hanya menerima SIM sementara dan disuruh kembali lagi ke kantor dua minggu kemudian.
Dari cerita teman saya itu, saya menduga bahwa metode yang dilakukan oleh calo dalam memberikan kemudahan untuk mendapatkan surat izin mengemudi bukankah dengan mengerjakan tes kelayakan mengemudi. Peserta pengguna jasa calo masing mengerjakan tesnya sendiri, pertanyaan yang ada di tes itu kata teman saya sangat mudah, nggak perlu dikerjakan oleh pencalo.
Kata teman saya yang mengutip dari keterangan tukang fotokopi, yang berbeda antara tes SIM yang menggunakan jasa calo atau nggak adalah ada atau nggak adanya tes praktik. Teman saya itu hanya tes pilihan ganda saja, tanpa tes praktik, itulah keuntungan yang dia dapatkan dengan membayar ratusan ribu ke calo ini.
Nah, saran saya pak Korlantas, daripada buang-buang budget untuk pengembangan teknologi untuk keakuratan pengerjaan tes mengemudi yang bahkan menurut teman saya bisa dikerjakan oleh umur yang belum diperbolehkan mendaftar SIM, lebih baik tes praktik dipermudah.
Saya tahu, tes praktik yang sulit itu dapat membiasakan para calon pemegang lisensi pengemudi agar terbiasa di jalan ekstrem yang tersebar di penjuru negeri ini. Tapi, tes itulah yang menjadi penyebab maraknya praktik percaloan yang disertai dengan pungutan liar alias pungli. Saya yakin, dengan dipermudahnya tes praktik ini akan membuat mati profesi yang tak halal tapi sangat dibutuhkan masyarakat masa kini itu.
Gambar: Andreas Breitling / Pixabay
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
Tags: Korlantas, Pembuatan SIM, Surat terbuka, Scan wajah, Ujian SIM,
0 Komentar