Teknologi, Copa Media–Keseharian saya sebagai karyawan yang bekerja rodi 16 jam per hari membuat saya merasakan keluhan keluhan pada tubuh saya, terutama bagian leher, pinggang, dan punggung. Nyeri, pegal, kram adalah teman sehari-hari saya dalam menjaga bisnis keluarga yang nggak ada untungnya.
Bosan bahasan saya mengenai Pertashop? Tenang, saya juga mulai bosan membahasnya, saya mulai mengikhlaskan diri saya pada bisnis ini, apapun yang terjadi pada diri saya. Setidaknya saya masih bisa hidup dan menghirup udara segar yang kayaknya nggak bisa dilakukan oleh para budak korporat yang penuh dengan deadline kerja.
Rasa ikhlas memang tertanam di jiwa saya. Toh, bisnis ini milik keluarga, menjaganya sama saja berbakti kepada orang tua. Tapi, keluhan medis dalam menjalaninya memang tidak bisa dipungkiri untuk terjadi pada tubuh saya yang masih merupakan manusia biasa, bukan dewa. Keluhan-keluhan itu menyasar beberapa bagian tubuh saya, membuat saya sepertinya perlu penanganan khusus.
Beberapa orang menawarkan untuk mengundang tukang pijat. Tapi, rasa kapok saya terhadap tukang pijat masih terasa di benak saya. Beberapa bulan lalu, seusai menikah, saya diundangkan tukang pijat oleh mertua saya. Bapak-bapak itu menjadi jasa pijat langganan bapak mertua saya. Namun, pasca dipijat saya merasa badan saya nggak tambah enakan, malah jadi njarem sekujur badan.
Bukan bermaksud merendahkan citra tukang pijat nusantara. Pijatannya, mungkin memang sudah sesuai kaidah pemijatan yang diterapkan turun-temurun. Namun, tubuh saya merasa kurang cocok dengan pijatan beliau. Selain karena kerokan-kerokannya terasa sakit di sekujur tubuh, saya juga malu saat dipijat olehnya. Mungkin karena nggak terbiasa hanya menggunakan celana kolor di depan orang selain istri saya.
Hari Minggu lalu, saya diberikan waktu untuk libur. Saya manfaatkan waktu itu dengan mencari tempat wisata yang nuansanya hijau-hijau. Siang hari, saya mulai bosan, saya putuskan untuk mengunjungi mal di Solo, nuansa keramaian yang jarang sekali saya rasakan.
Terakhir saya ke mal adalah beberapa bulan yang lalu sehingga saya agak lupa dengan hiruk-pikuknya suasana di mal. Namun, seingat saya, selain banyaknya bunyi-bunyian lato-lato, dulu nggak banyak suara "tit tit tit" di mana-mana. Usut punya usut, ternyata suara ini merupakan alarm kursi pijat di mal tersebut yang diduduki tanpa membayar.
Kursi ini setahu saya dulu hanya ada di salah satu lantai mal. Kini, kursi ini ada di semua lantai. Peminatnya pun dulu juga jarang, kini banyak yang duduk di kursi-kursi ini, baik yang benar-benar ingin pijat atau hanya menunggu orang yang pijat saja. Padahal kalau duduk tanpa bayar menyebabkan alarm berbunyi dan mereka nggak menyadari itu. Atau sadar tapi bodoamat.
Saat saya tanya ke istri saya yang mendampingi hari libur saya, kenapa jumlah dan peminatnya semakin banyak. Katanya, kursi ini memang sedang viral di Tiktok. Kepopuleran ini membuat pihak pengelola menambah jumlah kursi ini sesuai dengan permintaan. Mungkin hanya lantai paling atas yang dikecualikan, tempat stand food court berada. Saya bilang mungkin karena saya nggak ke lantai itu. Selain itu, rasanya sangat mengganggu kalau sedang makan ada suara alarm bersautan yang sangat membisingkan telinga.
Sebagai remaja balung tuo, saya mencoba menggunakan kursi pijat ini. Harganya menurut saya cukup worth it, cukup dengan merogoh kocek Rp. 10.000 mendapatkan pijatan dari kursi ini selama 10 menit. Sistemnya, kursi ini menerima beberapa jenis uang kertas, minimal sepuluh ribu, maksimal seratus ribu. Nggak ada sistem kembalian, pastikan untuk memasukkan uang pas.
Setelah beberapa kali uang saya saya bolak balik karena ditolak, akhirnya diterima. Saya duduk senyaman mungkin, bersiap untuk mendapat pijatan selama seperenam jam. Yang saya rasakan, seperti ada bulatan-bulatan di kanan dan kiri tulang belakang saya yang bergerak ke atas dan kebawah dengan beberapa variasi. Awalnya saya sempat merasa geli karena nggak terbiasa disentuh, apalagi sama robot. Namun, lama-kelamaan terasa enak juga.
Mesin pemijat itu bergerak memijat tubuh dari tulang pinggang hingga kepala. Di bagian bawah ada tempat untuk kaki, saya kira bagian kaki yang menjadi tumpuan pekerjaan sebagian besar orang turut dipijat, ternyata salah. Keberadaan tempat untuk kaki itu ditujukan untuk menjepit kaki orang yang dipijat. Nggak tahu kenapa dijepit, mungkin agar tidak melarikan diri selama pemijatan berlangsung. Ini yang saya sesalkan dari mesin ini, andai kata ada pemijat kakinya juga, maka akan semakin worth it rasanya.
Menurut saya, kursi pijat ini layak untuk dicoba. Terlebih untuk pemalu ber-balung tuo seperti saya. Nggak perlu buka baju, nggak ada kerokan menyakitkan, bayarannya pun jauh lebih murah daripada mendatangkan tukang pijat. Sebenarnya saya ketagihan untuk menjajalnya lagi, tetapi, waktu sepuluh menit rasanya sudah lebih dari cukup untuk merenggangkan otot-otot kaku di punggung saya akibat bekerja lebih dari semestinya.
Gambar: Kindel Media / Pexels
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
Tags: Mall, Kursi pijat, Review jujur, Viral, Tiktok,
0 Komentar