Risiko Pasang CCTV Di Rumah Pinggir Jalan Raya yang Lokasinya Rawan Kecelakaan

Opini, Copa Media–Beberapa bulan lalu saya beli CCTV murah yang saya beli di online shop. Saya pasangkan kamera pengawas itu menghadap jalan raya di depan rumah saya untuk merekam gerak-gerik mencurigakan pengguna jalan yang mungkin melipir ke rumah saja untuk berbuat kejahatan. 

Memang nggak ada barang berharga di rumah saya, karena harta benda selalu saya bawa kemana-mana. Mentok-mentok barang berharga yang ada di rumah saya, ya CCTV seharga hampir Rp. 400.000 itu sendiri. Biarpun dikata norak, saya tetap nekat memasangnya. Nggak peduli apa kata orang, wong saya yang kepingin pasang. Siapa tau suatu saat saya perlu.

Secara materi, memang selama ini belum ada kejadian yang membuat saya rugi. Nggak berharap juga sih, semoga tetap nggak ada kejadian apa-apa sampai kapan pun, amin. Meski begitu, lokasi CCTV saya pasang di pinggir jalan yang sering terjadi kecelakaan yang malah merusak citra saya sendiri.

Rumah saya ada di jalan raya arteri yang kalau pagi sama sore ramainya setengah mati. Posisinya, tepat ada di pertigaan yang kalau masuk ke gang itu ada SMP negeri. Saya lihat, banyak sekali murid-murid di sini yang sudah dibekali motor untuk dikendarai sendiri. Mereka mengendarai motor dengan bar-bar seolah jalan ini milik mereka sendiri.

Meski mereka bar-bar, kayaknya saya baru lihat dua kali murid sekolah itu kecelakaan di jalan ini. Jadi saya bisa menyimpulkan kerawanan kecelakaan di jalan ini bukan disebabkan oleh mereka. Kayaknya sih, malah gara-gara keberadaan rumah yang nyambi usaha milik saya.

Di rumah, saya menyambi usaha sebagai bakul bensin dan konter kecil-kecilan. Konternya sih jarang ada yang beli, karena memang bentukannya gak kaya konter-konter modal jutaan. Cuma saya kasih meja, ada MMTnya, sama ada plang bikinan saya sendiri. Nah, usaha jualan bensin saya ini yang kayaknya lah ngundang petaka di jalan ini.

Letak rumah saya ini jauh dari pom bensin. Kalau dihitung sih, pom bensin paling dekat posisinya lebih dari tujuh kilometer-an, kayaknya, saya nggak pernah ngitung sendiri sih. Karena jauh ini, Alhamdulillah lapak bensin saya ramai dibuatnya. Tapi, ya, lapak ramai di jalan yang ramai ini yang kayaknya menjadi penyebab sekian banyak kecelakaan di sini.

Kecelakaan pertama, terjadi beberapa hari setelah CCTV ini saya pasang. Saat itu, ada pemotor ibu-ibu yang hendak membeli bensin di lapak saya. Kayaknya, si ibu ini nggak ngesein, sudah menjadi skill pasif seorang pengendara wanita paruh baya bukan? Nah, dari belakang ada mas-mas yang kayak lagi buru-buru. Masnya menyalip ibunya dari kanan, senggolan antara keduanya pun nggak bisa dihindari.

Si ibuknya kepental di jalan, ketiban motornya juga, mengerang kesakitan dan digotong oleh orang-orang ke lapak saya, termasuk mas-mas yang tadi menyundulnya dari belakang. Ibu-ibu itu menangis histeris sambil meminta tolong orang yang ada di situ untuk memanggilkan suaminya, seorang guru SD yang letaknya sekitar 200an meter dari lapak saya.

Nah, si tersangka, mas-mas tadi mengajukan diri untuk memanggilkan suami korban. Karena suasana kisruh dan tidak kondusif untuk berpikir secara jernih, saya dan orang-orang yang ada di lokasi membolehkan mas-mas itu untuk memanggilkan suami si ibu-ibu. Satu menit, dua menit, lah kok nggak balik-balik. Akhirnya penolong lainnya pergi ke SD yang dimaksud untuk memanggilkan suami korban.

Beberapa saat kemudian, penolong yang baik hati itu kembali ke lapak saya bersama dengan suami korban. Ditanyakan ke satpam sekolah itu apakah ada orang yang datang sebelum mas penolong itu. Katanya, nggak ada. Sontak itu membuat kami panik tujuh keliling. Apalagi saya, si empu dari tempat kejadian perkara. Setelah suami korban datang, ibu-ibu yang kecelakaan dibawa ke rumah sakit.

Setelah kejadian, saya berusaha membuka rekaman CCTV saya buat cari tahu nomor polisi tersangka berapa. Siapa tahu nanti keluarga korban membebankan saya sebagai saksi kejadian tabrak lari. Saat saya lihat di CCTV bukanya menemukan bukti, malah saya jadi misuh dibuatnya, "Asem, plat nomer e rusak, gak isoh diwoco!".

Benar saja, setelah mengantarkan ke rumah sakit keluarga korban mendatangi saya untuk meminta rekaman CCTV. Katanya, ibu tadi mengalami patah tulang di pundaknya. Saya perlihatkan rekaman CCTV yang sudah saya hafal jam terjadinya perkara. Bukanya senang ada mendapatkan bukti walaupun tidak jelas, malah marah ke saya karena CCTV saya nggak bisa dijadikan barang bukti blas. Akhirnya pemuda yang mengaku keluarga korban itu pulang dengan tangan kosong.

Selang beberapa minggu kemudian ada lagi kejadian. Kejadian yang rekamannya saya unggah di Youtube dan malah viral karena ditonton jutaan orang. Cerita kecelakaan yang buat chanel saya dianggap layak oleh Youtube sebagai penerima adsense ini sudah saya tulis di Bola Liar Copa Media. Intinya ada mas-mas yang kebut-kebutan menabrak mbak-mbak yang melipir ke lapak saya secara sembarangan.

Saat kejadian, ada seorang bapak-bapak yang niatnya membantu proses mediasi antara kedua orang yang mengalami kecelakaan. Awalnya si bapak menyalahkan si mbak karena kecelakaan terjadi di lajur kendara masnya. Saya datang sebagai superhero dengan CCTV saya lalu menduduhkan-nya kepada mereka. Eh, si bapak berbalik arah menyerang si mas dengan dasar rekaman CCTV saya. Kata si bapak, mbaknya sudah ngesein dan masnya nggak ada niatan sama sekali untuk ngerem.

Terjadilah perdebatan antara mas-mas dan bapak-bapak itu. Saya sebagai tuan rumah kecelakaan juga turut perkewuh gara-gara banyak orang yang menonton perseteruan ini. Intinya, masnya meminta tanggung jawab karena shock motornya baru dibelinya dengan harga 2 jutaan penyok dibuatnya. 

Tapi si mbak didukung dengan bapak-bapak tadi menolak untuk bertanggung jawab. Mbaknya bilang nggak punya uang banyak karena bukan orang yang berada. Sedangkan bapak-bapaknya bilang nggak usah diganti, toh dia yang salah. 

Mbaknya pun pergi atas perintah bapak tadi. Bapaknya juga sudah pergi. Menyisakan saya dengan mas-mas yang motornya gak bisa dikendarai lagi. Saat semuanya sudah pergi, saya malah dimarahi karena gara-gara rekaman CCTV saya membuat bapak-bapak tadi berubah pikiran mengenai siapa yang harus disalahkan dalam kejadian ini.

Setelah dua kejadian ini, beberapa kejadian kecelakaan terus terjadi. Yang paling baru, ada ibu-ibu lagi, seorang pengajar di SMP yang masuk gang di depan rumah saya itu. Pulang sekolah, beliau hendak pulang ke rumah. Sampai di depan rumah saya, dia disalip mobil sambil klakson dari belakangnya. Ibunya kaget dan terjungkal di parit seberang rumah saya.

Paritnya cukup dalam, setelah saya lihat, kayaknya tingginya sekitar satu setengah meter. Setelah dilakukan evakuasi oleh beberapa pengguna jalan, beliau dilarikan di rumah sakit. Motornya di tinggal di rumah saya.

Sore harinya, Pak Bon dari SMP itu menghampiri saya untuk mengambil motor ibu tadi. Pak Bon yang entah namanya siapa itu menanyakan kepada saya perihal rekaman CCTV. Saya mengambil HP saya lalu mengecek rekaman melalui aplikasi. Lha kok ternyata ada kerusakan di kartu memori. Ya sudah, nggak ada barang bukti.

Sebenarnya saya takut Pak Bon salah persepsi. Terlebih, saat itu lagi ramai-ramainya kasus Sambo dan CCTV. Saya takut timbul anggapan bahwa saya selaku pemilik CCTV dibayar oleh pelaku. Padahal, ya, benar-benar rusak kartu memorinya. Kesannya saya tidak mau membantu mencerahkan kasus ini. Saya rasa citra saya sebagai pemilik CCTV di jalan rawan kecelakaan ini menjadi buruk dibuatnya.

Padahal saya beli dan pasang CCTV ya buat kebutuhan keamanan saya, keluarga, dan harta benda saya. Lha kok malah dituntut jadi tempat mencari barang bukti. Saya rasa itu sudah menjadi risiko saya sebagai pemilik CCTV di jalan rawan kecelakaan. 

Apa boleh buat, akhirnya saya harus keluar modal lagi buat membeli kartu memori supaya orang-orang tidak marah ke saya sebagai saksi ahli yang memegang rekaman CCTV.


Tags: opini, Jalan raya, Rawan kecelakaan, Rekaman video, Rumah, cctv, Sambat,

Posting Komentar

0 Komentar