Cinta yang sebenar-benarnya cinta menurut saya adalah menikahi orang yang kita suka. Bukan cinta monyet yang hanya main-main saja. Nuansa cinta di hari valentine juga nggak sesakral hari akad nikah. Lalu buat apa anak sekolah rayakan hari valentine?
Opini, Copa Media–Hari Valentine sudah terlewati di tahun ini. Namanya juga peringatan tahunan, ya pasti ada lah di setiap Bulan Februari. Sebuah hari peringatan tanda sayang yang biasanya identik dengan rayuan, kado, bunga dan coklat.
Beberapa macam hadiah itu diberikan kepada yang tersayang sebagai bukti cinta mati. Namun, kalau statusnya belum resmi, apa yakin cintanya akan dibawa sampai mati?
Nggak baru-baru amat, tapi layak dibicarakan, pemerintah Kota Depok melalui Dinas Pendidikan (Disdik) yang berwenang di sana membuat sebuah aturan yang melarang perayaan Hari Kasih Sayang, alias Valentine Day.
Kabar mengenai keberadaan surat dengan nomor 421/690/Sekret-2023 yang melarang perayaan Hari Valentine itu, pastinya akan membuat para kawula muda geram mendengarnya. Terutama pelajar sekolah yang sedang bersemi urusan cinta kepada sebaya.
Padahal, niat Disdik baik, yakni untuk membangun karakter peserta didik yang berakhlak mulia. Termasuk di dalamnya untuk menjaga para pelajar agar terhindar dari kegiatan yang bertentangan dengan norma agama, sosial dan budaya Indonesia.
Lagian, mereka kan instansi yang menaungi masalah pembentukan karakter bangsa. Kalau nggak berpedoman kepada aturan yang dibuat oleh mereka, lalu mau mengikuti siapa?
Saya pernah muda, pernah jadi pelajar juga. Namun, sepengalaman saya, cinta pada zaman rutinitas harian berseragam rasanya hanya sia-sia. Karenanya, saya setuju dengan adanya aturan ini supaya nggak ada lagi generasi penerus yang rusak seperti saya. Ini paparan alasan kesetujuan saya:
Cinta itu dibuktikan, bukan dirayakan
Saat ini saya sudah menginjak usia berkepala dua lebih empat tahun, masih muda sih bagi sebagian orang, tapi paling nggak masih lebih berpengalaman hidup dibandingkan mereka yang masih diatur oleh aturan sekolah. Buat kalian yang masih menimba ilmu, saya kasih tahu. Menurut saya, cinta itu harus dibuktikan, bukan dirayakan.
Perayaan identik dengan kesenangan sesaat. Misalnya saat perayaan ulang tahun atau tahun baru. Kesenangan hanya terjadi pada hari itu saja. Selebihnya, hari-hari berjalan seperti biasa, nggak ada spesial-spesialnya.
Apa lah arti rayuan, hadiah, bunga dan coklat kalau hanya diberikan setahun sekali tanpa diimbangi dengan kesetiaan yang bukan dilihat hanya dari materi saja. Cinta bukanlah momen tahunan yang patut dirayakan, melainkan rutinitas yang harus dijalani setiap hari.
Cinta masa sekolah hanyalah cinta monyet
Saya sudah melampaui masa-masa sekolah itu. Mulai dari seragam bebas (TK), seragam putih merah (SD), seragam putih biru (SMP), seragam putih abu-abu (SMA), hingga kembali ke seragam bebas lagi di sebuah sekolah tinggi.
Riwayat percintaan saya dimulai sejak SMA, namun hingga kuliah yang dianggap sudah cukup dewasa untuk mengadu cinta pun sama saja rasanya. Yang ada hanyalah khayalan rasa cinta yang kalau diingat berisi kegiatan-kegiatan yang sia-sia, alias cinta monyet saja. Nggak ada gunanya bagi hidup saya selain sebagai cerita yang mengendap dan harus dilupakan.
Cinta sebenar-benarnya cinta justru saya peroleh ketika sudah menikah dan membangun rumah tangga. Keseriusan yang saya dan istri saya jalin nggak mungkin berjalan baik kalau nggak ada cinta di keseharian kami. Kisah cinta dengan memutuskan untuk hidup serumah sangat berbeda dengan kisah cinta yang hanya sesekali bertemu saja.
Supaya fokus belajar di sekolah
Namanya menimba ilmu ya harus dilakukan secara seksama. Menahan hasrat mencintai untuk kepentingan masa depan jauh lebih layak rasanya.
Memang kesannya saya menyarankan kawula muda sekarang untuk menjadi siswa yang cupu dan kutu buku. Bukan begitu, maksud saya adalah tetap bergaul dan akrab dengan semua teman sekelas, tapi nggak menjalin hubungan cinta.
Nggak ada gangguan pendidikan yang seharga ketidakjelasan masa depan. Paling nggak, itulah yang saya rasakan. Menjalin hubungan cinta pada masa sekolah hanya menghabiskan waktu, uang, serta pikiran saja. Bagaimana tidak banyak beban pikiran, di usia yang labil, segala bentuk penyelewengan cinta bisa kapan saja terjadi.
Meminimalisir perbuatan zina
Bukan bermaksud menormalisasi, tetapi kasus perzinaan sudah menjadi rahasia umum bagi anak sekolah. Apalagi pada awal tahun baru lalu kabarnya kembali mencuat setelah beberapa murid sekolah kedapatan hamil di luar nikah. Kalau saja mereka nggak menjalin hubungan cinta, apa mungkin mereka dengan sadar bercinta hingga berbadan dua? Saya nggak lagi bahas yang motifnya ekonomi ya, tapi yang motifnya adalah cinta.
Kalau motifnya cinta dan sudah berani melakukan adegan dewasa, berarti mereka sudah harus berani bertanggung jawab dengan apapun risikonya. Membangun rumah tangga bahagia, mempersatukan dua keluarga besar, hidup mandiri bersama secara layak dengan sebuah pekerjaan. Semua itu harus dipikirkan, karena cinta bukan hanya urusan selangkangan.
Supaya lebih dekat dengan keluarga
Masa-masa yang katanya indah itu malah membuat saya menjadi jauh dari orang tua. Bagaimana bisa? Begini, saya ceritakan. Saat menjalin hubungan di masa putih abu-abu, saya sangat malu untuk memperkenalkan pacar (yang sudah jadi mantan) kepada orang tua saya. Meskipun mantan saya saat itu menginginkan perkenalan dengan orang tua saya, tetapi saya selalu menolaknya.
Bukan apa-apa, saat itu saya masih terlalu muda untuk berpikir bisa menuntunnya ke pelaminan. Apalagi, dengan masa depan yang belum kelihatan. Boro-boro mendapat pekerjaan, urusan mau memilih kampus mana saja sebagai tempat kuliah saja bingung.
Karena saya menjalin hubungan tanpa sepengetahuan orang tua itu, saya menjadi sering berbohong kepada mereka. Padahal, setiap gerak-gerik saya di rumah selalu ditanya dari mana atau mau ke mana. Segala tipuan terpaksa diucapkan hanya untuk bisa kencan berdua, meskipun hanya makan steak saja.
Itulah dia alasan saya menyetujui aturan larangan perayaan Hari Valentine oleh Disdik Depok. Bukannya munafik, memang saya saat masa sekolah dulu ada kisah cinta, tapi saya menyesalinya. Saya nggak ingin generasi yang sekarang sedang menjalani penimbaan ilmu di sekolah turut menyesalinya kelak.
Gambar: Jess Bailey / Pixabay
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
Tags: Perayaan, opini, Setuju, Depok, Dilarang, Pelajar, Hari Valentine, Hari kasih sayang, Disdik,
0 Komentar