Tragedi Kanjuruhan Damaikan Bonek Arema, Tapi Oknum Fans Persita Masih Barbar


Opini, Copa Media–Tentu kita masih ingat dengan tragedi sepak bola terbesar di Indonesia, bahkan menduduki podium terbesar di dunia. Kanjuruhan, sebuah tempat yang menjadi tempat kejadian perkara yang mengundang duka negara, bahkan federasi sepak bola dunia, FIFA.
Meskipun telah merenggang nyawa ratusan fans sepak bola, tragedi ini malah menjadi titik balik dari barbarisme suporter sepak bola tanah air. Suasana duka itu turut mendamaikan dua suporter yang awalnya terjalin permusuhan dengan dasar fanatisme rivalitas, duduk bersama untuk memanjatkan sebuah doa.

Tak hanya Aremania dan Bonekmania saja, bahkan suporter-suporter lain di penjuru negeri turut memberikan atensi dan empati terhadap kematian yang nggak seharusnya terjadi dengan hanya menonton bola. Berbagai daerah menghidupkan lilin di malam hari, sebagai upaya menyudahi fanatisme yang nggak ada manfaatnya ini.


Baru-baru ini, fanatisme sepak bola kembali terjadi. Bus pemain Persis Solo dihujani batu saat bertandang ke provinsi seberang untuk melawan Persita Tangerang. Sungguh kegiatan yang menguras emosi di tengah gencatan senjata antar pendukung sepak bola nusantara sedang digelorakan.


Meskipun menurut pendukung setia kesebelasan asal Tangerang mereka-mereka yang melempar batu bukanlah bagian mereka, bahkan dikutuk dalam sebuah kecaman, namun akar permasalahan dari pelemparan itu sudah terlihat. Apalagi kalau bukan atas dasar kekecewaan terhadap tim yang sangat ditanamkan dalam hatinya. Emosinya diluapkan kepada segelintir kesebelasan lain yang saat itu menjadi lawan.


Naas, tim yang kotanya dan manajemennya dibawahi anak presiden itu menjadi santapan empuk bagi oknum suporter bengis itu. Semoga memang benar-benar oknum, bukan segelintir fanatik yang dioknumkan karena kekerasan yang sama sekali tidak bisa dibenarkan. Imbas kejadian ini, beberapa kaca kendaraan yang ditunggangi kesebelasan ini pecah. Bahkan, katanya kejadian ini turut menuai korban.


Seolah bara api rivalitas yang sedang berusaha dipadamkan oleh Aremania sebagai pendukung setia Arema FC dan Bonekmania sebagai suporter Persebaya "disiram bensin" oleh mereka-mereka yang seolah tak punya TV untuk menonton berita duka ini. Pun, kalau punya, mungkin hati mereka membatu, sehingga dengan mudah tanpa berpikir dampaknya melempar batu.


Saya bukan pecinta bola, bukan pendukung mana-mana kalau ditanya dukung siapa. Saya nggak pernah duduk di tribun stadion dalam sebuah acara maupun menonton sepak bola. Bahkan, jersey tim manapun saya tidak punya. Netralisme saya mulai agak lega ketika premanisme sepak bola seperti menuju ke arah yang lebih baik dan sehat sebagai imbas dari kejadian mengundang tangis itu.


Sebagai warga Solo Raya yang berplat nomor AD, bahkan, dulu sebelum ada kejadian itu saya was-was untuk berkendara ke luar kota. Membaca berita-berita kekerasan terhadap perbedaan plat nomor lain berdasarkan kandang dari persatuan sepak bola tertentu membuat suasana seram dan mencekam ketika harus berkendara ke luar kota. Kewas-wasan itu sempat surut, namun kembali lagi saat ini ketika api permusuhan antar suporter bola mulai disulut.


Saya harap, kejadian di Tangerang ini tidak turut memberikan contoh yang tidak baik bagi suporter-suporter sepak bola lain di dalam negeri. Semoga kedamaian batin suporter lain tetap stabil dan tidak menunjukkan adanya gejolak permusuhan yang seolah kembali dilegalkan oleh segelintir orang tak dikenal ini.


Gambar: Michal Jarmoluk / Pixabay

Penulis : Muhammad Arif Prayoga 


Tags: Suporter bola, Persita Tangerang, Oknum, Kanjuruhan, Bar-bar,Persis Solo, Anak presiden,

Posting Komentar

0 Komentar