Ingin rasanya segera bisa memahami dan mempraktikkan kemudi mobil. Namun, beberapa hal ini justru menghambat minat saya untuk belajar menjinakkan kendaraan roda empat ini.
Artikel ini pernah dikirim dan ditayangkan di Terminal Mojok dan telah memenuhi persyaratan untuk diunggah di media lain atas persetujuan penulis dalam waktu sekurang-kurangnya 7 hari setelah penayangan di Terminal Mojok.
Keluhan, Copa Media–Keterampilan mengendarai mobil sepertinya wajib untuk dimiliki setiap pria. Terutama, bagi mereka yang ada mobil di keluarganya. Kalau sebagai anak laki-laki nggak bisa menjadi sopir pengganti sang ayah, kayaknya belum afdol untuk disebut sebagai anak kesayangan. Sekalipun anak terakhir, alias ragil.
Sebenarnya saya sudah mendapatkan ilmu dasar mengemudi mobil dari sebuah kursus di Solo. Kursusan itu cukup mentereng, letaknya di jalan Gajah Mada yang sangat identik dengan tempat kursus mobil di Solo. Ada beberapa penyedia jasa kursus mobil di sana, saya memilih salah satunya.
Sebuah ilmu dasar tanpa dibekali dengan jam terbang yang cukup menjadikannya sia-sia. Karenanya, saya dibimbing oleh bapak saya yang punya mobil di rumahnya agar segera bisa menggantikannya sebagai sopir keluarga. Namun, minat saya untuk mempelajari ilmu kemudi kendaraan roda empat ini malah menurun saat mendapati beberapa halangan ini. Apa saja itu?
#1 Dua pemotor yang mengobrol sambil berkendara
Dunia memang sempit, pertemuan dua insan yang saling mengenal saat di jalan menjadikan mereka sungkan untuk nggak saling bertegur sapa. Di satu sisi, niat mereka baik, menyambung tali silaturahmi. Tapi, di sisi lain mereka mengganggu saya yang sedang meningkatkan jam terbang terkait kemudi mobil bersama bapak saya.
Saat dua pengemudi sepeda motor sedang berbincang mengenai suatu hal, biasanya mereka membuat pelan laju mereka. Kecepatan rendah itu bisa membuat mereka fokus dalam dua hal sekaligus. Yakni, mengendarai sepeda motor dan berbincang ngalor ngidul entah membicarakan apa.
Selain itu, posisi mulut dan telinga saat berbincang harus dekat. Karenanya, biasanya mereka berjajar di jalan raya. Jadi, selain memelankan laju, mereka juga menghabiskan badan jalan. Hal ini cukup mengganggu bagi saya yang masih susah berjalan pelan menggunakan setengah kopling dan masih takut untuk menyalip mereka.
#2 Angkutan umum yang sedikit-sedikit berhenti
Di Solo, fasilitas angkutan umum memang mengalami peningkatan yang cukup pesat. Halte-halte disebar di beberapa jalan raya sehingga memberikan fasilitas kepada Bus Solo Trans (BST) untuk berhenti. Bus-bus berhenti beberapa detik di setiap halte, ada maupun tiada penumpang yang menunggu di halte.
Memang, hal ini bisa menjadi kelebihan Solo dalam hal transportasi umum. Namun, bagi saya yang masih belajar mobil, bus yang tergambar tokoh wayang di bagian belakangnya itu cukup mengganggu. Saya masih pemula, belum berani menyalip, apalagi bus yang badannya bongsor.
Pemberhentian yang ada di mana-mana kerap kali membuat saya merasa mendapatkan ujian dan cobaan setiap kali mereka berhenti. Saya yang berada di belakang mereka hanya bisa bersabar ketika bus itu berhenti mendadak. Meskipun, dalam hati saya sedikit kesal karena sebagian besar halte nggak ada orang yang menunggu tumpangan.
#3 Pesepeda yang nggak tahu diri
Saya belajar mobil saat pandemi masih gencar diatasi pemerintah saat itu. Pandemi kala itu menggugah sebuah peminat hobi baru yang sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala, yakni bersepeda. Banyaknya orang yang mulai menggemari sepeda membuat banyak sekali pesepeda yang berseliweran di jalan raya.
Memang, olahraga bagus untuk tubuh. Terlebih, di masa-masa bumi nggak baik-baik saja. Namun, kegiatan yang digemari secara tiba-tiba ini juga turut menggugah selera oknum pesepeda dadakan yang turut tergugah hobinya karena menjadi sebuah tren. Mereka, para oknum, bersepeda semaunya di jalan raya. Bahkan, beberapa nekat bersepeda di tengah jalan raya.
Tentu hal ini menjadi ujian berat bagi saya yang saat itu sedang belajar mengemudi mobil. Nggak kayak sepeda motor yang bisa sat-set untuk menyalip atau menghindari mereka. Hal yang bisa saya lakukan sebagai sopir mobil pemula yang baru tahap belajar hanya bisa berjalan pelan di belakang mereka sambil berdoa agar mereka segera sadar.
#4 Rombongan pengawalan mobil jenazah
Ah, sebenarnya tingkah laku barbar mereka sudah pernah saya tulis dan dimuat oleh Terminal Mojok. Namun, saya perlu menyebut mereka lagi karena memang sangat mengganggu proses pembelajaran kemudi kendaraan roda empat.
Bagaimana ya, mereka dalam aksinya menghabiskan hampir semua badan jalan. Bahkan, mobil maupun sepeda motor yang sedang mengemudi santai dipojokkan oleh mereka. Mereka nggak pandang bulu dalam menepikan pengguna jalan. Bahkan, kendaraan dengan embel-embel plang "Belajar Mobil" di depan dan belakang mobil nggak dikecualikan untuk menepi mendekati trotoar.
#5 Instruktur yang galak
Semua ilmu sangat bergantung dengan guru, mentor, instruktur, atau apapun penyebutannya. Intinya, mereka yang mengajarkan sebuah ilmu kepada mereka yang haus akan ilmu. Saat saya belajar di penyedia jasa kursus mobil, instrukturnya sangat baik hati. Beliau menjelaskan secara perlahan sehingga membuat saya lebih mudah untuk memahami apa yang diajarinya.
Namun, selepas kursus di tempat itu, saya memantapkan ilmu kemudi mobil saya kepada bapak saya yang kebetulan punya mobil dan bisa mengendarai mobil. Bapak saya yang galak dan seperti sangat sayang kepada mobilnya mengajari saya dengan bentakan dan ungkapan meremehkan. Alhasil, saya menjadi trauma untuk belajar kepadanya. Ilmu dasar yang saya terima dari kursus pun kini sia-sia.
Gambar: Silviu on the street / Pixabay
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
Tags: 5 hal, Mobil, Pemula, Kursus mobil, Keluhan, Belajar, Sopir, Menghambat,
0 Komentar