Megawati menyalahkan para ibu-ibu yang lebih mementingkan menghadiri pengajian dibandingkan mengurus anak. Apa benar waktu yang digunakan untuk mengikuti pengajian sesia-sia itu?
Agama, Copa Media–Baru-baru ini, pernyataan mencengangkan datang dari orang kelima yang pernah menduduki kursi pemerintahan, Megawati. Beliau memperdengarkan sebuah opini liar yang memunculkan sanggahan dari banyak orang. Terutama, ibu-ibu yang gemar menimba ilmu agama melalui pengajian.
Menurut Bu Mega, kegiatan berkumpul dengan orang-orang yang haus akan ilmu agama dan dituntun oleh seorang pemuka agama adalah hal yang menghabiskan waktu. Katanya, karena kegiatan ini lah, para orang tua lalai terhadap anak-anaknya di rumah yang perlu belaian kasih sayang orang tua.
Beliau mengungkapkan itu dalam sebuah seminar. Menurut yang saya tahu, seminar dan pengajian sebenarnya sangat mirip. Meskipun, ada sedikit perbedaan dalam hal ilmu yang dikaji. Kalau seminar membahas ilmu-ilmu duniawi yang penuh dengan logika. Sedangkan pengajian membahas ilmu-ilmu akhirat yang nggak bakal bisa sejalan dengan logika karena menyangkut kepercayaan.
Nah, kalau keduanya mirip, lalu apa kabar para orang tua yang menghadiri seminar tersebut? Apakah mereka membuang-buang waktu juga?
Benar kata Mas Arman Dhani dalam Esainya di Mojok, kayaknya Bu Megawati nggak pernah diundang dalam acara pengajian. Karenanya, beliau nggak paham kegiatan apa saja yang dilakukan dalam acara siraman rohani ini.
Untuk itu, saya ingin menjelaskan kepada Bu Mega mengenai manfaat apa saja yang didapatkan peserta pengajian supaya Ibu lebih tahu. Siapa tahu mau ikutan pengajian juga kedepannya. Kalau nggak malu menjilat ludah sendiri, sih.
#1 Menambah ilmu agama
Sebuah acara keagamaan tentu manfaat yang didapatkan dari sana adalah seputar ilmu agama. Sekumpulan orang yang haus akan ilmu pengetahuan agama menyatu dalam sebuah medium dengan mendatangkan seseorang sebagai pembicara. Di sana, berbagai macam ilmu agama disampaikan supaya meningkatkan ketenangan batin dan kejelasan nasib di hari akhir nanti.
Nggak sembarang orang bisa menjadi pembicara di pengajian. Gelar Doktor Honoris Causa dan presiden ke lima nggak cukup untuk sekadar memberikan ceramah satu kata pun. Diperlukan ilmu agama yang melimpah dan jam terbang yang cukup untuk bisa dihadirkan sebagai pembicara. Kalaupun Bu Mega diundang, paling-paling hanya menjadi bintang tamu atau host sebagaimana Abdel dalam pengajian Mamah Dedeh.
#2 Tanya jawab dengan pemuka agama
Sebagaimana sebuah acara seminar, dalam sesi akhir biasanya peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Tentu, pertanyaan itu harus selaras dengan tema pembicaraan yang dibawakan, yakni seputar keagamaan.
Jadi, kalau Bu Mega diundang sebagai peserta, Ibu nggak bisa bertanya seputar politik. Kecuali, politik yang ada hubungannya dengan agama. Misalnya, bolehkah mengangkat seorang pemuka agama sebagai wakil presiden namun keberadaannya nggak terasa padahal sudah hampir paripurna?
Bu Mega memang bukan satu-satunya yang menentukan itu karena itu merupakan kesepakatan koalisi. Namun, pertanyaan itu sangat bisa ditanyakan kepada pemuka agama di pengajian kok, Bu. Tapi kalau sekarang, ya, agak terlambat, sih. Nasi sudah menjadi bubur, kursi kepemimpinan kedua yang beliau duduki sudah hampir berakhir.
#3 Mendapatkan pahala
Kalau masih menganut sebuah kepercayaan, siapa, sih, yang nggak menginginkan pahala? Sebenarnya, seminar yang Ibu bawakan juga memberikan pahala kepada para pesertanya karena menuntut ilmu adalah pahala.
Namun, kalau sudah diisi dengan gunjingan terhadap orang-orang yang berusaha memperbaiki diri dengan pengajian, apa nggak hilang pahalanya? Bukankah kegiatan ghibah termasuk hal buruk yang perlu dihindari oleh setiap orang?
Meskipun tulisan ini bisa dibilang gunjingan juga terhadap panjenengan. Namun niat saya untuk mengedukasi mungkin bisa mengembalikan pahala yang hilang akibat ghibah. Dalam sebuah hadits, segala sesuatu itu tergantung niatnya. Kalau niat Bu Mega sendiri, saat menyatakan kalimat kontroversial itu, apa ya, Bu?
#4 Mendapat relasi sesama pejuang hijrah
Bedanya peserta pengajian dengan seminar yang Bu Mega isi, para peserta pengajian punya keselarasan paham mengenai pembicaraan yang sedang dibahas oleh pemuka agama. Jadi, nggak ada kata menyanggah sang pembicara, apalagi memberitakannya di media massa. Semuanya sepaham dan seiman, nggak ada yang perlu diperdebatkan.
Nah, dalam sebuah pengajian, pesertanya adalah orang yang sama-sama haus akan ilmu. Boro-boro merencanakan untuk mem-bully pembicaranya, wong ilmunya saja jauh lebih sedikit dibandingkan Pak Ustadz atau Bu Ustadzahnya.
Mereka lebih mengutamakan relasi antar peserta pengajian. Hal itu dimaksudkan agar mendapatkan kabar kalau ada pengajian-pengajian lain yang bisa diserap ilmunya sebanyak-banyaknya.
#5 Mendapatkan konsumsi
Konsumsi bukanlah sesuatu yang wajib untuk diadakan dalam sebuah pengajian. Namun, pengadaan beberapa jenis makanan ringan, minuman, bahkan makanan berat seperti nasi kotak cukup efektif untuk mendatangkan peserta pengajian. Terlebih, bagi mereka yang haus dan lapar ilmu sekaligus haus dan lapar dalam artian sebenarnya.
Fasilitas ini biasanya bisa didapatkan secara cuma-cuma, alias gratis. Nggak seperti dalam sebuah seminar yang kebanyakan ditarif harga tiket masuk (HTM) untuk ilmu, konsumsi, sertifikat, dan kenang-kenangan yang didapatkan oleh peserta.
Nggak tahu sih, seminarnya Bu Mega ini berbayar apa nggak. Kalau berbayar, apa nggak menyesal para pesertanya? Membayar, tapi diajak menggunjing ibu-ibu pengajian. Kekecewaan itu terlihat dengan diberitakannya pernyataan menyinggung yang terucap oleh Bu Mega.
#6 Ada selingan ilmu lain
Benar kata Mas Arman Dhani, pengajian nggak melulu soal ilmu kepercayaan. Terkadang, di sesi akhir juga didatangkan sebuah pakar untuk membahas ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh segenap jamaah. Ada demo masak, ada pakar ibu dan anak yang mengajari bagaimana menjadi ibu yang mendidik anak, ada juga tips-tips berumah tangga yang diajarkan di sana.
Kalau Bu Mega menganggap bahwa ibu-ibu pengajian nggak becus dalam urusan menjaga anak dan rumah tangga, kayaknya pernyataan itu perlu ditarik deh, Bu. Kalau bisa sih, karena sudah terlanjur menyebar ke publik pemberitaannya. Hehe.
Mereka tahu apa yang harus dan nggak harus dilakukan, Bu. Anak-anak dari ibu-ibu yang pergi menuntut ilmu dalam sebuah pengajian nggak disia-siakan begitu saja. Beberapa meminta pertolongan baby sitter untuk mengurusnya.
Pun, kalau nggak mampu menyewa pengasuh anak, anaknya bisa dibawa ke pengajian. Pasti bahagia. Walaupun belum mengerti apa yang disampaikan pembicara, setidaknya bahagia karena melihat makanan yang diterima. Yakin saya.
Gambar: Jörg Peter / Pixabay
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
Tags: Megawati, Seminar, manfaat, agama, Pengajian, Perlu diketahui,
0 Komentar