Copa-Media–Di sekolah-sekolah, terutama sekolah yang bertajuk agama islam–namun ada juga sekolah negeri yang mengadakannya–ada kegiatan yang identik dengan bulan Ramadhan. Kegiatan tersebut biasanya diberi nama pesantren kilat.
Pesantren kilat adalah kegiatan menginap beberapa hari di lingkungan sekolah dengan tujuan menimba ilmu agama. Selain itu, kegiatan ini juga ditujukan agar para siswa merasakan suasana pembelajaran di pesantren, walaupun dalam waktu yang nggak sepanjang pesantren beneran.
Sebagai alumni pondok pesantren yang juga pernah mengikuti program pesantren kilat, saya melihat beberapa perbedaan mendasar antara keduanya. Apa saja itu?
Lamanya waktu nyantri
Dari nama programnya saja kita sudah dikasih kisi-kisi bahwa kegiatan ini dilakukan dalam waktu yang kilat, alias singkat. Biasanya dilakukan dalam beberapa hari saja. Dalam waktu yang singkat itu, para siswa dituntut untuk mengikuti serangkaian kegiatan yang sudah terjadwal dalam sebuah lembaran rundown acara yang terpasang di dinding.
Berbeda dengan pesantren di mana santri harus menghabiskan waktunya bertahun-tahun dengan kesempatan waktu kepulangan beberapa kali dalam setahun. Rundown acara dalam pesantren beneran nggak tertulis di dalam kertas, melainkan panggilan untuk kumpul di lapangan maupun di dalam masjid untuk pengumuman tentang suatu kegiatan.
Kegiatan pribadi mandiri
Selain berbeda dari segi waktu lamanya menyantri, siswa yang menjadi santri di kegiatan pesantren kilat nggak diharuskan untuk melakukan kegiatan pribadi sebagai hal yang meningkatkan kemandirian. Kegiatan pribadi yang saya maksud adalah mencuci baju, merapikan tempat tidur, menyetrika baju, dan lain-lain.
Ya, waktunya yang singkat membuat para siswa nggak perlu untuk melakukan beberapa kegiatan itu. Mereka hanya perlu membawa pakaian bersih dan rapi dari rumah, lalu pulang dengan membawa pakaian kotor. Namun, untuk merasakan suasana pesantren, kegiatan-kegiatan ini juga perlu untuk diedukasikan.
Nggak lucu juga kan kalau gara-gara siswa yang mengikuti pesantren kilat merasa bahwa pesantren beneran semudah kegiatan tahunan itu, mereka membawa pakaian kotor setiap kepulangan yang dijatah beberapa kali setahun saja?
Urusan makanan
Ah, ini nih yang membuat kentara perbedaan pesantren tulen dengan pesantren kilat. Di pesantren kilat, makanan yang disediakan oleh panitia biasanya berupa konsumsi yang sudah ditakar. Sehingga, sangat nggak mungkin peserta nggak kebagian makanan. Bahkan, saya ingat betul konsumsi kegiatan pesantren kilat saat saya sekolah dulu adalah nasi kotak yang sudah dihitung sesuai dengan jumlah peserta.
Berbeda dengan saat saya menyantri di pesantren beneran. Di sana jatah makan disediakan dalam empat wadah. Termos yang memuat nasi, baskom yang memuat sayur, nampan berisi lauk, dan drink jar yang dipenuhi dengan teh panas.
Kehabisan nasi, sayur, lauk, hingga teh panas menjadi keluhan sehari-hari bagi kami para santri. Konsep siapa cepat dia dapat sangat berlaku, terutama saat jadwal lauk maupun sayur yang lebih enak. Biasanya kalau kehabisan akan dikasih sisa jatah dari pengurus. Kalau nggak ada? Ya, harus bersabar untuk dimasakkan lagi.
Manajemen keuangan
Semua keperluan di pesantren kilat sepertinya sudah diatur oleh panitia, sehingga sebenarnya para siswa nggak perlu membawa banyak uang, paling hanya dipakai buat jajan saja. Pun, kalau ada biaya yang harus dibayarkan biasanya sudah diinformasikan sebelum kegiatan tersebut diselenggarakan.
Di pondok pesantren yang sesungguhnya, ilmu manajemen keuangan perlu sangat ditekankan agar bisa tetap punya uang. Piring pecah, gelas pecah, sabun cuci habis, ember bocor, buku tulis penuh, pena habis, dan lain sebagainya akan sangat mengoyak kondisi keuangan santri kalau nggak diatur dengan baik.
Apalagi santri yang sebelumnya keuangannya diatur oleh orang tuanya dalam bentuk uang saku harian menjadi uang bulanan. Mengatur jumlah uang harian sendiri dengan tanpa menghiraukan kebutuhan darurat adalah hal yang cukup berat saat saya menyantri dulu.
Kenyamanan tempat tidur
Dalam hal kenyamanan tempat tidur, pesantren sesungguhnya jauh lebih layak dari pada pesantren kilat menurut saya. Mungkin inilah satu-satunya privilese pondok pesantren yang kayaknya nggak mungkin diterapkan pada program pesantren kilat.
Saat saya menyantri dulu, kami para santri menikmati waktu malam dengan tidur di dipan dengan kasur yang empuk dengan bantal dan guling sebagai teman tidur . Kalau saat pesantren kilat, seingat saya dulu hanya beralaskan karpet dan berbantalkan tas berisi pakaian. Cukup empuk, tapi nggak senyaman bantal beneran kan?
Selain tempatnya yang terbatas, kayaknya bakal aneh kalau para siswa itu membawa kasur sendiri ke sekolah hanya untuk menginap beberapa hari. Repot sekali rasanya.
Itulah dia 5 perbedaan mendasar antara pesantren kilat dan pesantren beneran. Sebenarnya masih banyak lagi perbedaan-perbedaan lain seperti ilmu agama yang diajarkan, ketatnya aturan, hukuman dan lain-lain. Namun, kelima hal itulah yang mendasar untuk diketahui oleh orang yang belum atau nggak pernah menyantri.
Gambar: Jörg Peter / Pixabay
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
Tags: Perbedaan, Mendasar, Pesantren kilat, Ramadhan, agama, Pondok pesantren
0 Komentar