Copa-Media—Uang sejatinya adalah alat tukar yang dikeluarkan oleh negara guna memberi fasilitas perdagangan di kalangan masyarakat. Sebenarnya bahannya nggak ringkih-ringkih amat. Kokoh, Loh, sebenarnya. Tapi ya, tergantung cara pemiliknya memegang juga, sih.
Terkadang, serah terima uang dari pemberi kepada penerima nggak disertai dengan rasa hormat. Hormat kepada Bank Indonesia selaku yang mencetaknya, hormat kepada pahlawan yang tercetak di lembarannya, serta hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa yang juga turut tertulis di bawah nomor seri.
Menyimpan uang di saku dengan cara dikepal agar muat, atau memasukkannya ke dalam dompet secepat mungkin karena dikejar waktu, menyeteples agar mudah menghitungnya, dan lain sebagainya.
Yang lebih menyedihkan lagi, di negeri dengan kreativitas tanpa batas ini, banyak sekali kreasi-kreasi salah tempat yang menyasar produk Bank Indonesia ini. Sebagai operator SPBU yang banyak menerima uang dari berbagai kalangan orang, saya banyak sekali mendapatinya.
Nah, pada tulisan kali ini, saya ingin mencoba menghitung, sebenarnya seberapa banyak sih dosa yang mereka dapatkan dengan merusak alat tukar resmi secara sengaja?
Penerima jadi ragu atas laku atau tidaknya
Selama berprofesi sebagai operator SPBU, pemberian uang yang kondisinya tidak baik-baik saja menjadi dilematika setiap hari, sejak mengenakan seragam dan memulai sif, hingga berakhirnya sif.
Bagaimana nggak dilema, uang diberikan oleh pelanggan setelah saya penuhi kebutuhannya. Kalau uangnya nggak layak lalu saya tolak uang pemberiannya dan dia tidak lagi punya uang lain, saya harus apa? Menyedot kembali BBM yang sudah saya isikan ke tangki kendaraannya? Kayaknya nggak mungkin deh.
Terpaksa saya harus menerima uang itu dengan penuh rasa ragu atas nilai tukarnya nanti. Semoga pengelola SPBU maklum dan nggak menghukum saya dengan mengumpulkan uang-uang tak layak itu sebagai gaji saya pada saatnya gajian nanti.
Menghalalkan segala cara agar uangnya laku
Yang menyebalkan dari pelanggan yang secara sadar punya uang tak layak edar, biasanya mereka memberikannya dengan cara menutupi ketidaklayakan uang itu. Apapun caranya, yang penting uang itu ditukar menjadi barang yang lebih berguna.
Ada yang memberikannya dengan lipatan sekecil mungkin lalu segera kabur. Ada juga yang menyelipkannya dibalik uang-uang yang layak. Mendapati pelanggan-pelanggan seperti ini hanya bisa membuat saya mengumpat dalam hati.
Kok bisa sih mereka sanggup melakukan perbuatan keji itu? Kalau sudah disembunyikan begitu, sudah pasti dia sadar kalau ada kemungkinan uang itu ditolak saat digunakan. Mungkin dia juga korban dari pemberi uang sebelumnya, tapi kenapa saya juga harus merasakan penderitaanmu kawan?
Membuat penerima malu untuk menggunakannya
Selain mendapatkan uang jelek saat sedang bekerja, sebagai manusia, saya juga kadang-kadang berbelanja untuk memenuhi kebutuhan saya sebagai makhluk hidup. Nah, pada kegiatan ini lah, saya sadar bahwa baik pembeli kepada penjual, maupun sebaliknya sama saja ternyata.
Saya pernah mendapatkan uang kembalian yang sangat nggak layak. Kertas bahan uang uang seharusnya kaku sudah menjadi layu, beberapa sobekan tampak di berbagai penjuru, lubang juga nggak hanya satu, dan yang paling parah, Dr. K. H. Idham Chalid yang tergambar pada uang itu dicoret-coret menjadi menggunakan kaca mata dan sedang merokok.
Saya sebagai penerima uang itu nggak berani untuk protes ke kasir, tapi saya sendiri juga malu untuk menggunakan uang itu. Dari pada mangkrak di dompet saya, saya tahu harus dikemanakan uang itu. Ya diapakan lagi kalau bukan ditukar ke uang penjualan saat kerja nanti. Hehe. Maaf ya pak juragan.
Mencoreng nama baik pahlawan
Sudah jelas, bukan? Mencoret-coret muka pahlawan dengan menambahkan berbagai macam aksesoris sangat merusak citranya sebagai pahlawan yang sudah berjasa bagi negeri ini. Bagimu hanya kertas dengan gambar pahlawan, tapi bagi negeri, mereka -mereka inilah yang membuat bangsa ini eksis hingga sekarang. Camkan itu, kawan!
Para penista uang yang bahkan nggak ada jasa sedikit pun ke negeri itu pasti juga marah ketika foto resminya di dijazah atau di mana pun dicoret-coret sedang sebat atau kegiatan lain, kan? Kreatif boleh, tapi ya mbok pada tempat yang semestinya. Jangan merugikan orang lain begini dong.
Dampak terhadap negara
Perbuatan merusak atau mengubah wujud uang dengan sengaja bisa dikategorikan sebagai menodai dan merendahkan simbol negara. Hal itu dikarenakan ada simbol negara yang tertampil dalam cetakan uang kartal, yakni lambang burung garuda yang merujuk pada lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selain itu, coretan demi coretan pada cetakan uang, seperti yang saya rasakan tadi, dapat menyebabkan penerimanya sungkan untuk mengedarkannya. Alhasil, uang tersebut akan terus disimpan sampai akhir hayat dari uang tersebut sehingga menjadikannya uang yang nggak beredar.
Berkurangnya uang yang beredar di kalangan masyarakat tentu akan sangat memengaruhi stabilitas ekonomi negara ini. Jadi jangan salahkan pemerintah saja kalau kurs rupiah semakin melemah, salahkan mereka juga, para penista uang!
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
Gambar: 8photo / Freepik
Tags: Dosa, Penista uang, Uang kertas,
0 Komentar