Nggak Hipokrit, Pertemanan Pertashop-Pertamini Sebenarnya Solid, Asal Nggak Jual Pertalite

Copa-MediaPuji syukur kematian Pertashop atas keterlambatan mengumpulkan PBG SLF diundur entah sampai kapan. BBM yang dipesan kemarin sudah muncul hilal bahwa akan segera dikirim. Napas lega para pengelola Pertashop bisa terhembus, paling nggak untuk beberapa saat ke depan.




Artikel ini pernah dikirim dan ditayangkan di Terminal Mojok dan telah memenuhi persyaratan untuk diunggah di media lain atas persetujuan penulis dalam waktu sekurang-kurangnya 7 hari setelah penayangan di Terminal Mojok.



Nggak tahu apa yang menyebabkan getolnya Pertamina memberikan batas waktu kemarin menjadi pudar dan melunak. Namun, menurut pendapat saya, paling nggak, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan kelonggaran ini terjadi.


Yang pertama, hasil jerih upaya puluhan pengelola Pertashop yang bertandang ke Komisi VII DPR RI. Yang kedua, atas kesadaran Pertamina sendiri bahwa ada benang kusut yang harus segera dibenahi sebelum menagih dokumen tersebut. Atau, yang ketiga adalah karena tulisan saya yang dibaca pihak Pertamina. Tapi kayaknya yang terakhir itu hanya angan-angan saya saja.


Kalau informasi yang saya dapat dari Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng-DIY, katanya sih pihak Pertamina sudah berkoordinasi lintas Kementerian (Kemendagri, PUPR, BKPM, ESDM, dll) dalam dua bulan terakhir. Katanya juga sudah ada kesepakatan awal yang tinggal dikoordinasikan lagi agar menjadi kesepakatan final.


Nah, pada kesempatan kali ini izinkan saya membahas tuntutan lain dari pengusaha Pertashop saat ramai-ramai mengadu ke Komisi VII DPR RI tanggal 10 Juli kemarin. Yang ingin saya bahas kali ini adalah masalah pedagang bensin eceran, atau yang biasa dikenal di kalangan masyarakat dengan sebutan "Pertamini".


Pertamini jangan salah paham dulu


Poin dua dan tiga dalam delapan tuntutan pengusaha Pertashop ke Komisi VII DPR RI adalah permohonan untuk menertibkan pedagang bensin eceran yang menjual BBM bersubsidi dan percepatan penetapan regulasi penjualan BBM bersubsidi. 


Dua dari delapan poin ini menyasar Pertamini untuk segera ditertibkan, atau paling nggak dibuat regulasi yang jelas dan nggak merugikan beberapa pihak.

Kalau nggak dibaca dengan teliti dan hati-hati, dua tuntutan ini menyisakan makna bahwa pengusaha Pertashop benci dan ingin pengusaha kecil seperti Pertamini dibasmi. 


Bahkan, menurut Adian Napitupulu sebagai salah satu anggota Komisi VII DPR RI, permasalahan ini akan menyisakan dendam antara Pertashop dan pedagang eceran dan akan menyebabkan pertikaian yang bisa berujung tragis.


Perlu saya luruskan terlebih dahulu agar Pertamini nggak salah paham. Kedua tuntutan itu sama-sama menyebutkan kata "bersubsidi". Yang artinya, yang ingin pengusaha Pertashop tuntut untuk ditertibkan adalah Pertamini penjual BBM bersubsidi.


Jasa Pertamini kepada pengguna kendaraan bermotor 


Baik Pertashop maupun SPBU reguler sudah pasti memiliki aturan terkait jarak antar SPBU. Walaupun, ya kalau melihat jarak sesama Pertashop maupun dengan SPBU reguler saat ini ada yang nggak beres juga. Hal itu juga menjadi konsen para pengusaha Pertashop dan turut mengisi delapan tuntutan, tapi bukan itu yang ingin saya bahas.


Di sela-sela jarak SPBU resmi berlambangkan Pertamina itu terdapat kekosongan penjual BBM. Di situlah bertengger Pertamini sebagai penyedia BBM di luar jangkauan Pertamina. Terkesan seperti memanfaatkan keadaan, namun keberadaan mereka berguna bagi masyarakat yang membutuhkan BBM.


Dengan adanya Pertamini yang menjual BBM di sepanjang jalan, pemotor nggak perlu lagi menuntun kendaraannya jauh-jauh. Apalagi kalau kontur jalannya naik turun, bisa bengkak itu kaki. Belum lagi kalau yang kehabisan bensin adalah mobil. Duh, nggak sanggup saya membayangkannya.


Ada jasa Pertamini yang dirasakan Pertashop


Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai operator Pertashop, saya mengamati bahwa sebenarnya yang membuat penjualan kala disparitas harga masih terbilang wajar dulu, ya, Pertamini. Para pedagang rumahan itu berbondong-bondong membeli Pertamax, satu-satunya BBM yang dijual di Pertashop.


Ada yang membawa jeriken sedang dan membeli 20 liter tiap dua tiga hari. Beberapa juga membeli dengan dua jeriken besar dengan bantuan beronjong anyaman dengan pembelian 35 liter per jerikennya. Tentu saat itu, nggak bisa dipungkiri bahwa ada jasa Pertamini atas harum manisnya omzet yang sempat kami nikmati.


Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya kami nggak ada masalah, bahkan sangat diuntungkan dengan keberadaan Pertamini yang tersebar di sekitar usaha Pertashop kami. Dengan catatan, persaingan harus seimbang dengan sama-sama menjual produk yang sama. 


Pengusaha Pertashop yang ke sana kemari mengurus perizinan saja cuma dibolehkan menjual Pertamax, sedangkan Pertamini yang hanya bermodal botol kaca atau pompa bisa menjual produk bersubsidi dengan seenaknya. Padahal dari segi harga dan keakuratan takaran, pompa Pertashop lebih terjamin karena ada sertifikasi dari dinas perdagangan setempat.


Cara Pertamini mendapatkan BBM bersubsidi


Pembelian BBM bersubsidi saat ini hanya bisa dilakukan di SPBU reguler. Upaya Pertamina dalam memperketat penyaluran BBM bersubsidi juga sudah dilakukan. Namun, masih ada saja oknum-oknum SPBU yang mempermudah akses para Pertamini untuk menjual barang bantuan pemerintah itu.


Ada yang membeli BBM bersubsidi dengan mobil atau sepeda motor dengan tangki besar atau dimodifikasi, Ada juga SPBU nakal yang menerima bayaran lebih untuk akses pembelian BBM bersubsidi menggunakan jeriken, bahkan ada juga yang mengantar BBM bersubsidi ke warung-warung dengan menambah sedikit harga per liter sebagai ongkos kirim.


Dari segi keketatan aturan, ada SPBU yang dengan ketat membatasi pembelian BBM bersubsidi, ada juga yang cuek mengenai aturan tersebut. Mungkin yang membuat adanya perbedaan di antara keduanya adalah seberapa takut pemiliknya dengan ancaman tersebut.


Aturan dan ancaman jelas, tapi tetap lancar


Pertamini memaksakan diri untuk menjual BBM bersubsidi yang padahal mereka sendiri tahu bahwa hal tersebut melanggar aturan perundang-undangan. Kalau mau dikaji alasan mengapa mereka tetap melakukan kegiatan haram itu, sebenarnya ya, nggak ada alasan lain selain karena penertiban dari pihak berwenang yang kurang beres. 


Padahal stiker aturan BPH Migas terkait larangan menjual kembali BBM sudah terpasang di SPBU reguler. Aturan dan ancamannya jelas, namun hanya sebatas sekumpulan kata yang membentuk kalimat saja. Nggak ada penindakan apapun yang bisa membentuk rasa jera. Pelanggar aturan kok hanya dikasih ancaman lewat kata-kata, ya nggak mempan!


Memang, membersihkan pelanggaran yang sudah mendarah daging hingga terus bertambah jumlahnya sangatlah susah. Apalagi kalau di belakang mereka ada bekingan-bekingan dari pemkab, seperti yang disampaikan Ribka Tjiptaning saat bertemu dengan para pengelola Pertashop pekan lalu. 


Pengendalian penyaluran BBM bersubsidi ini harus dicarikan cara agar hanya pengguna kendaraan bermotor dengan batasan yang wajar saja yang bisa membeli jenis BBM yang dibantu oleh pemerintah ini. Susah? Kayaknya, tapi saya yakin, dengan kekuatan Pertamina dan pihak berwenang lainnya, pasti masalah ini dapat diselesaikan secara tuntas.


Penulis : Muhammad Arif Prayoga

Gambar: Dokumen pribadi penulis


Tags: Pertamina, Pertalite, Pertamax, Pertamini, Sahabat, Pertashop

Posting Komentar

0 Komentar