Copa-Media–Minggu kemarin, Pemkab Sragen mengadakan acara bertajuk "Gempur Rokok Ilegal" di alun-alun kota. Bersatu padu dengan keramaian jajanan viral khas Car Free Day (CFD) yang merupakan kegiatan mingguan, Riuh ramai masyarakat di Sragen maupun penduduk luar kota memadati aset kota berbentuk persegi itu.
Bagaimana nggak ramai, musisi yang dihadirkan merupakan satu dari sekian idola kawula muda saat ini, Aftershine. Wajar saja, gemuruh sorak suara penonton yang menjadi backsound meriah hari libur akhir pekan lalu. Kedatangan band ini, katanya ditujukan untuk menggaet anak muda untuk turut menggaungkan tagline acara ini.
Sebenarnya agak kurang nyambung juga sih kalau yang menjadi sasaran adalah anak muda. Anak muda sekarang sudah terbiasa dengan produk-produk rokok legal sebagai langganan. Justru, yang rawan menggunakan rokok ilegal adalah usia paruh baya ke atas.
Uang adalah alasannya?
Awalnya saya mengira bahwa acara ini dipromotori oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen sendiri. Namun, ternyata beberapa kota lain juga mengadakannya. Setelah saya telusuri ternyata tagline ini merupakan program Bea Cukai dalam memberantas rokok-rokok yang nggak terdaftar secara legal di Bea Cukai.
Mengetahui bahwa penggeraknya adalah Bea Cukai, saya menjadi berpikir bahwa inti permasalahan yang ingin disampaikan oleh Bea Cukai adalah ketidakpatuhan produsen rokok dalam pengurusan pendaftaran cukai. Secara simpel, otak saya memberikan kesimpulan bahwa gaung "Gempur Rokok Ilegal" ini UUD, alias ujung-ujungnya duit.
Melansir dari situs Radar Bromo, persentase peredaran rokok ilegal tahun lalu mencapai 5,5%, meningkat 0,1 persen dari tahun sebelumnya. Kalau yang 5,5% ini mau membayar cukai, berarti pemasukan negara naik sebanyak itu juga. Benar nggak sih pola pikir saya yang selalu mengikuti remedial mapel ekonomi ini?
Sumbangsih produksi rokok bagi Indonesia sangatlah besar. Bahkan, satu dari sekian pendapatan negara terbesar adalah dari produsen rokok. Bagaimana nggak besar, konsumennya dari domestik saja sudah sangat masif sekali. Belum lagi ditambah dengan konsumen mancanegara.
Besarnya cuan yang didapat dari produsen rokok ini nampaknya membuka mata Bea Cukai sebagai aparat negara untuk lebih memaksimalkan lagi pendapatan negara melalui produk rokok. Caranya? Ya, dengan menindak produsen-produsen rokok yang nggak mau mendaftarkan diri ke Bea Cukai.
Memihak kepada yang kaya?
Salah satu hal yang dianggap ilegal dalam dunia perokokan adalah beredarnya rokok linting dewe, alias tingwe. Rokok tingwe biasanya diproduksi oleh usaha rumahan yang modalnya nggak besar-besar amat. Bisa dibilang, mereka dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Bahan baku dan biaya operasional yang murah, ditambah dengan nggak membayar cukai tentu membuat harga produk rumahan ini jauh lebih murah dibandingkan dengan produksi pabrik. Di negeri yang sebagian besar rakyatnya lebih melihat harga daripada kualitas, tentu rokok yang lebih murah akan disikat juga.
Kalau produsen tingwe nggak dibasmi, tentu akan menjadi momok bagi para konglomerat dengan bisnis pabrik rokok legalnya. Bukti jasa sebagai salah satu penyumbang pendapatan negara tentu akan mereka bawa-bawa sebagai langkah strategis untuk melawan pesaing yang tingkat ekonominya jauh di bawah mereka.
Jadi, apa mungkin bahwa tagline yang dibawakan oleh Bea Cukai ini adalah imbas dari protes persaingan bisnis dari mereka?
Apa yang diuntungkan masyarakat?
Bicara tentang pemasukan negara sudah pasti nggak lepas dari peningkatan fasilitas umum yang didapatkan masyarakat. Dengan penambahan sekian persen pemasukan negara berarti bertambah pula kualitas fasilitas negara yang bisa dirasakan oleh masyarakat.
Kayaknya memang benar dan saya nggak bisa berdebat perihal itu. Tapi, kalau dampaknya secara langsung bagi masyarakat apa? Mengapa masyarakat harus membeli produk dari orang-orang kaya itu selagi ada yang lebih murah. Biar yang kaya semakin kaya?
Beberapa pihak menyebut bahwa rokok yang terdaftar di Bea Cukai terjamin kualitas bahannya dan bisa meminimalisir risiko adanya bahan-bahan berbahaya. Menjamin? Kemasan produk rokok nggak menjamin apa-apa selain teguran terkait penyakit-penyakit yang disebabkan oleh karena rokok.
Mana ada niat pembuat rokok tingwe untuk melukai pelanggannya? Sebuah hal sia-sia yang malah mengurangi pendapatan mereka karena jumlah pelanggannya berkurang akibat pelanggannya kecewa, kan?
Jadi, tagline "Gempur Rokok Ilegal" ini untuk siapa?
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
Gambar: Ralf Kunze / Pixabay
0 Komentar