Dewasa ini, ibu-ibu atau yang biasa dipanggil emak-emak, memiliki peran lain selain menjadi ibu dari anak-anaknya. Peran yang mereka dapuk adalah si Raja Jalanan. Bagaimana nggak menjadi "raja", pengambilan keputusan dadakan yang dilakukan secara otoriter membuat pengguna jalan lain menjadi tunduk dibuatnya. Bahkan, merelakan diri untuk menjadi hamba yang pasrah.
Gambar: Jörg Peter / Pixabay
Namun, menurut saya ada yang lebih raja dibandingkan emak-emak kalau sedang berkendara di jalan. Terutama di jalan desa, kalau di perkotaan ada, sih, tapi jarang. Mereka lah pengarit, atau para pencari pakan ternak. Manuver dadakannya sama, namun, varian pengendara satu ini lebih mengerikan karena sepeda motor yang ditungganginya nggak standar dan juga membawa senjata ke mana-mana.
Perangkat wajib dan outfit pengarit
Hidup di sebuah kabupaten sudah barang tentu nggak lepas dari pemandangan kegiatan harian warga desa. Apalagi, kalau punya rumah di samping jalan utama desa. Segala jenis profesi khas desa berlalu lalang di depan rumah. Petani konvensional yang membawa cangkul hingga petani modern yang membawa traktor besar seperti di luar negeri nampak wira-wiri.
Salah satu insan yang turut melewati jalan di depan rumah saya ini adalah orang-orang yang mencari rerumputan di pinggir jalan guna memberi bekal hidup hewan ternaknya. Perangkat wajib yang dibawa dan dipakai oleh para pengarit hanyalah sepeda motor dan sabit. Ada juga yang membawa bagor, tapi nggak wajib. Biasanya yang membawa bagor ini nggak mau risiko sepeda motornya menjadi buluk.
Outfit yang digunakan oleh pengarit juga sangat sederhana. Pakaian yang sering saya lihat dipakai oleh mereka adalah kaus bersponsor. Sponsor toko bangunan untuk yang berprofesi sebagai tukang bangunan dan kaus bertuliskan merek pestisida untuk yang berprofesi sebagai petani. hmm, sudah seperti praktik endorsement di kalangan influencer, ya~
Penyebab emak-emak otoriter dapat saya terima
Di jalanan, hal yang membuat emak-emak diberi label sebagai "Raja Jalanan" disebabkan oleh kurangnya konsentrasi saat mengemudi. Tatapannya kosong, tapi pikiran dipenuhi dengan beban-beban harian yang menumpuk di kepala. Alhasil, sein kanan belok kiri, atau sebaliknya pun nggak bisa terhindarkan.
Sebenarnya, hilangnya konsentrasi pada emak-emak ini wajar, mengingat perannya dalam rumah tangga yang seperti mengambil alih semua pekerjaan. Apalagi kalau keluarganya sedang nggak baik-baik saja. Sudah pasti menjadi pikiran yang melayang di kepala dan nggak bisa dikontrol untuk nggak muncul saat mengendara, bukan?
Pasti di benak kalian muncul sebuah komentar, "Pikiran kacau kok malah berkendara?" Lho, kalau nggak ke pasar, mau masak apa buat keluarga? Nanti suami marah karena nggak ada masakan, malah tambah lagi pikiran di kepala, dong!
Pengarit rumput lebih otoriter dibandingkan emak-emak
Nah, kalau yang membuat saya memilih para pengarit pakan ternak sebagai raja jalanan yang sesungguhnya adalah ketidakpeduliannya kepada orang lain. Rerumputan yang dikumpulkan oleh mereka terkadang nggak terikat dengan kuat sehingga menyebabkan rumput-rumput itu terbang ke belakang. Rerumputan yang terbang melayang tersebut nggak bisa dimungkiri akan menapuk wajah pengemudi di belakangnya.
Bahkan, bukan hanya pengguna jalan lain yang menjadi korban, ada juga rumah-rumah di pinggir jalan yang dilewatinya. Kami yang sudah menyapu teras hingga halaman rumah harus dibuat mengulangi pekerjaan akibat rerumputan yang kabur dari ikatan di sepeda motor yang mereka kendarai. Sangat otoriter sekali, bukan?
Pengarit menggunakan motor seadanya
Sekalipun sein kiri belok kanan, kita paham bahwa seorang emak-emak hendak belok. Apalagi, gelar raja jalanan sudah didapuk begitu lama kepada mereka, sehingga membuat kita lebih hati-hati jika menemuinya. Paling nggak, seinnya menyala, itu cukup. Berbeda dengan pengarit yang bahkan lampu sein pada sepeda motornya kebanyakan nggak bisa menyala, alias sudah rusak.
Area yang menjadi target pengaritan adalah perdesaan, sehingga nggak mungkin ada pos polisi lalu lintas atau cctv yang terpasang memantau seperti di lampu lalu lintas di jalan raya. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pengarit untuk menggunakan sepeda motor apa adanya. "Buat apa mengikuti standar, toh, nggak akan ada polisi yang menilang," pikirnya.
Sepeda motor yang seadanya ini terkadang fitur-fiturnya sudah rusak, jadi, boro-boro sein kiri belok kanan, sein pada sepeda motor ini saja nggak bisa menyala karena sudah rusak. "Buat apa diperbaiki, toh, nggak ada polisi yang mencegat," pikir mereka, lagi. Selain itu, mereka juga nggak bisa melihat spion, sebab pandangan mereka terganggu oleh ikatan rumput yang bersemayam di jok belakang.
Hal ini tentu membuat pengarit jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan emak-emak. Kalau lebih berbahaya dan harus lebih membuat kita waspada, pantas, kan, kalau mereka saya sebut sebagai penguasa jalanan desa? Karena itu, saya nobatkan mereka sebagai raja jalanan yang baru, menggantikan posisi yang sebelumnya diamanatkan kepada emak-emak. Selamat!
Penulis : Muhammad Arif Prayoga
BACA JUGA: Tips Pajak Kendaraan 5 Tahunan di Samsat biar Lancar dan Cepat Pulang
Tags: Raja jalanan, Jalan desa, Pengarit, Pencari pakan hewan ternak, Emak-emak,
0 Komentar