Tipe-Tipe Pembeli Bensin saat Harga BBM Naik


Memilih untuk bermitra dengan Pertamina sebagai pengelola SPBU, berarti juga menyetujui bahwa harga jual nggak akan tetap, alias fluktuatif. Harga tersebut disesuaikan dengan harga minyak mentah dunia, sehingga naik turunnya harga bisa terjadi sewaktu-waktu.


Gambar: Visual Karsa / Unsplash


Nggak hanya pembeli saja yang diberitahu dadakan, pengelola pun demikian. Pengumuman mengenai perubahan harga biasanya disampaikan kepada pengelola SPBU beberapa jam sebelum waktu yang disahkan oleh Pertamina. Misalnya kalau waktu perubahan harga pada pukul 00.00, maka info tersebut baru disampaikan pukul 19.00 pada hari sebelumnya.


Nah, setelah harga baru disetel, stiker pada totem telah diganti, dan proses jual beli dengan harga baru berjalan, saya mengamati tingkah pelanggan di SPBU tempat saya bekerja dalam menyikapi perubahan harga. Khususnya untuk kenaikan harga yang baru terjadi awal bulan lalu untuk BBM jenis Pertamax. 


Berikut hasil pengamatan saya mengenai tipe-tipe pembeli bensin saat harga BBM naik.


#1 Tahu dan Menyesuaikan nominal pembelian


Tipe pembeli satu ini merupakan pelanggan yang rajin memperbaharui wawasan mengenai harga BBM, baik dari berita, maupun omongan tetangga. Mereka datang ke SPBU dengan pengetahuan bahwa harga BBM yang hendak dibelinya sudah mengalami perubahan harga.


Karena sudah tahu harganya naik, maka nominal pembelian dalam rupiah pun juga disesuaikan. Kalau biasanya Rp 25.000 bisa mendapatkan 2 liter Pertamax, maka dia akan membeli dengan nominal Rp 27.000 agar bisa mendapatkan bensin 2 liter lebih.


Tipe satu ini bisa saya bilang merupakan orang-orang yang berpikiran terbuka, alias open minded, sehingga sangat jarang dari mereka yang protes mengenai perubahan harga yang terjadi. Mereka memahami berlakunya hukum sebab-akibat yang membuat harga BBM menjadi naik.


#2 Tahu dan Membeli dengan nominal yang sama


Pelanggan yang tahu bahwa harga BBM telah mengalami perubahan nggak serta-merta menyesuaikan jumlah nominal rupiah pembelian dengan harga baru. Beberapa ada yang tetap membeli dengan nominal yang biasa dimintanya. Misalnya pelanggan tersebut tetap membeli dengan nominal Rp 20.000, meskipun jumlah liter BBM yang didapatkan akan berkurang.


Tipe yang satu ini biasanya sedikit mengeluh mengenai kenaikan harga. Sebab, kenaikan harga BBM ini nggak diikuti dengan bertambahnya gaji atau uang transportasi dari tempatnya bekerja. Namun, keluhan itu biasanya diakhiri dengan pikiran terbuka dengan menerima keadaan yang terjadi dengan lapang dada, dan yang menyenangkan bagi saya, mereka tetap membeli bensin.


#3 Telat menyadari perubahan harga


Stiker harga pada totem atau papan harga telah diganti pada saat hari pergantian harga. Sebab, Pertamina meminta dokumentasi mengenai perubahan harga jual yang tertera pada totem dan layar pompa BBM. Namun, ada saja pelanggan yang hanya membeli saja tanpa memperhatikan dua hal tersebut.


Setelah harga baru direalisasikan beberapa hari, bahkan pekan, mereka baru menyadari dan menanyakan perubahan harga tersebut kepada saya sebagai operator. Ada yang baru sadar karena baru melihat totem tersebut, ada juga yang baru sadar setelah merasa jadi lebih sering beli bensin.


Beberapa ada yang menyalahkan saya lantaran nggak memberi tahu bahwa ada perubahan harga. Lho, bagaimana cara saya tahu seorang pelanggan sudah atau belum tahu mengenai perubahan harga BBM? Memangnya tertulis di dahi mereka "sudah tahu" atau "belum tahu", gitu? Lagian, stiker di totem, kan, sudah diganti, kenapa nggak dibaca?


#4 Pergi setelah melihat harga baru


Sebenarnya calon pembeli yang nggak jadi beli sudah sering datang ke tempat saya bekerja. Ada yang berhenti di tempat pengisian untuk bertanya kepada saya, "Apakah ada BBM jenis Pertalite?" Ada juga yang memelankan kendaraan sambil memandangi totem, lalu saat nggak melihat kata "Pertalite" di sana, mereka kembali tancap gas maksimal.


Untuk pelanggan BBM Pertalite yang nggak jadi beli, oke lah, mereka juga bukan target pasar dari sebuah SPBU Pertashop tempat saya bekerja. Namun, kenaikan harga ini juga membuat pelanggan yang dulu datang kini kembali pulang. Bukan lagi ketiadaan kata "Pertalite" yang membuat mereka pergi, melainkan cetakan stiker harga per liter Pertamax yang mengalami kenaikan.


#5 Menganggap takaran pompa rusak


Selain empat tipe pembeli BBM saat mengalami kenaikan harga di atas, ada satu lagi pembeli yang sangat menyebalkan menurut saya. Sebenarnya saya jarang menemui tipe pembeli satu ini, baru sekali, sih, lebih tepatnya. Namun, emosi saya sangat dipantik olehnya. Tipe pembeli yang saya maksud adalah orang yang menganggap takaran pompa yang saya operasikan rusak, padahal dia nggak tahu kalau ada perubahan harga.


Jadi, ada seorang pria paruh baya yang mengendarai Supra X 125 membeli bensin di SPBU tempat saya bekerja. Dia dengan penuh percaya diri mengatakan hendak diisi full tank. Saya pun mengisi tangki kendaraan pria tersebut. Nominal yang tertera di layar pompa adalah Rp 50.000 (3,759 liter), pria tersebut menuduh pompa saya rusak karena biasanya nggak sampai segitu.


Setelah saya cek di Google, kapasitas tangki Honda Supra X 125 adalah 4 hingga 5,6 liter BBM, tentu tuduhan tersebut saya bantah. Kalau pengisian yang saya lakukan lebih dari 5 liter, baru saya juga akan gundah mengenai kebenaran takaran pompa saya. Lagian, pompa ini kan sudah tersertifikasi Dinas Perdagangan, biaya tahunan tera ulang dari Disdag nggak murah lho, Bos! Jangan asal tuduh begitu, dong!


Setelah saya bantah pria tersebut dengan pencarian Google itu, dia baru bertanya, "Harganya naik toh, Mas?" Lho, lho, lho, ternyata nggak tahu kalau harga Pertamax naik, begitu kok nuduh-nuduh nggak berdasar. Sungguh pria menyebalkan.


Penulis: Muhammad Arif Prayoga 

Posting Komentar

0 Komentar